Author: Disaster Map Foundation (Yayasan Peta Bencana)

  • 2022 SEA Morning Show menghadirkan PetaBencana sebagai tamu utama pada Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional

    Pada Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional ini, Yayasan Peta Bencana tampil di South East Asia Morning Show atas kerja kami dalam upaya pengurangan risiko yang dipimpin komunitas dan juga masyarakat di Indonesia dan di ASEAN. Dalam wawancara dengan pembawa acara Marissa Anita dan Paul Palele, kami membahas sejarah PetaBencana.id, perkembangan dan perluasan MapaKalamidad.ph di Filipina, tren bencana di wilayah tersebut, dan tentunya menjelaskan tentang #SelfiesSaveLives!

    Kami juga membahas tahap selanjutnya dari pekerjaan kami dalam adaptasi iklim yang dipimpin masyarakat. Kami berharap dapat melanjutkan semangat #BersamaKurangiRisiko dan berterima kasih kepada SEA Morning Show karena telah menyediakan ruang untuk berbagi aktivitas pengurangan risiko bencana Petabencana.id di wilayah ini. Tonton wawancara lengkapnya di sini! 

  • 2022 Persiapan Musim Hujan: PetaBencana bermitra dengan Twitter untuk membuat kesiapsiagaan bencana menjadi viral! #SelfieDermawan Trending di Twitter

    Pada tanggal 16 September 2022, kami berkolaborasi dengan mitra kami di Twitter untuk meluncurkan kampanye kesiapsiagaan bencana nasional selama 24 jam. Sebagai persiapan menghadapi musim hujan yang akan datang, kami mengajak seluruh warga Indonesia untuk berlatih mengirimkan laporan simulasi bencana ke PetaBencana.id dengan mengunggah swafoto (selfie) terbaik mereka ke peta. Dengan tagar #SelfieDermawan yang menjadi trending topic di Twitter, lebih dari 25 juta warga Indonesia berpartisipasi dalam kampanye ini, dan peta PetaBencana.id pun menyala dengan swafoto dari seluruh Indonesia!

    Melalui kampanye ini, kami merayakan wajah-wajah semua orang yang pernah mengalami bencana, yang telah membantu selama bencana, atau yang bersedia membantu dalam bencana di masa depan. Sebagai bukti kuatnya semangat “digital gotong royong”, warga di seluruh Indonesia ikut serta dalam kampanye ini untuk mengingatkan komunitas masing-masing tentang pentingnya berbagi informasi real-time untuk respons bencana dalam persiapan menghadapi musim hujan yang akan datang.

    Mengapa selfie? Lebih efektif dari sensor mana pun, selfie mengandung informasi berharga tentang tingkat keparahan relatif banjir (atau bencana lainnya) dalam kaitannya dengan tubuh dan lokasi. Yang penting, selfie yang dibagikan di media sosial menyediakan informasi yang tepat dan real-time tentang kondisi spesifik lokal, karena gambar-gambar ini memiliki geo-tag. Menurut laporan IPCC, salah satu hambatan terbesar adaptasi iklim adalah kurangnya informasi time-sensitive yang relevan secara lokal. Namun, dengan banyaknya data yang dibagikan di media sosial, kami tahu bahwa ini adalah hambatan yang dapat diatasi. PetaBencana.id mampu mengumpulkan, menstrukturkan, dan memvisualisasikan data ini secara real-time, mengubah swafoto menjadi alat penyelamat jiwa bagi semua orang untuk membuat keputusan penting secara tepat waktu tentang keselamatan dan respons.

    Terima kasih kepada semua mitra dan warga yang telah berpartisipasi dalam kampanye #SelfieDermawan! Tentu saja, terima kasih kepada warga yang menginspirasi kami dengan selfie banjir orisinal mereka di media sosial, menunjukkan bahwa bahkan di tengah bencana, kita dapat dengan tulus membantu komunitas kita, dan bahwa sebuah selfie bahkan dapat menyelamatkan nyawa.

  • 2022 In preparation for Monsoon Season, PetaBencana partners with Twitter to make disaster preparedness go viral!#SelfieDermawan Trends on Twitter

    On September 16th, 2022, we collaborated with our partners at Twitter to launch a 24-hour nation-wide disaster preparedness campaign. In preparation for the upcoming monsoon season, we called on Indonesian residents to practice submitting disaster simulation reports to PetaBencana.id by uploading their best selfies to the map. With the #SelfieDermawan hashtag trending on Twitter, over 25 million Indonesians engaged with the campaign, and the PetaBencana.id map lit up with selfies from all over Indonesia!

    Through this campaign, we celebrated the faces of everyone who has been in a disaster, has helped during a disaster, or is willing to help in future disasters. As a testament to the strong spirit of “Digital Gotong-royong”, residents all over Indonesia joined in on the campaign to remind our respective communities about the importance of sharing real-time information for disaster response in preparation for the upcoming monsoon season.

    Why selfies? More effective than any sensor, selfies contain valuable information about the relative severity of a flood (or other disaster) in relation to a body and place. Importantly, selfies shared on social media provide precise, real-time information about locally specific conditions, as these images are geo-tagged. According to the IPCC report, one of the greatest barriers to climate adaptation is the lack of locally relevant time-sensitive information. However, with the abundant data being shared on social media we know that this is a barrier that can be resolved. PetaBencana.id is able to collect, structure, and visualize this data in real-time, transforming the selfie into a life-saving tool for everyone to make time-critical decisions about safety and response.

    Thank you to all partners and residents for participating in the #SelfieDermawan campaign! Of course, thank you to the residents who inspired us with their original social media flood selfies, demonstrating that even during a disaster, we can graciously help our communities, and that a selfie can in fact save lives.  

  • 2022 Global Platform for Disaster Risk Reduction: Yayasan Peta Bencana participates at the first meeting of government, non-government, and UN agencies, to evaluate the application of the Sendai Framework that will inform the adoption of a political declaration at the UN General Assembly in 2023

    The 7th Session of the Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) was officially inaugurated by Indonesian President Joko Widodo along with UN Deputy Secretary General Amina Mohammed, President of the 76th Session of the UN General Assembly Abdulla Shahid, UN Resident Coordinator for Indonesia Valerie Julliand, and the special representative of the UN for disaster risk reduction, as well as several Indonesian officials on May 25, 2022. Organized in a hybrid format, the Global Platform had over 6300 participants from a total of 185 countries.

    During his opening remarks, President Joko Widodo encouraged the international community to enhance collaborative cooperation in disaster risk management, emphasizing the need for strengthened risk reduction culture and education, investment in science and technology, climate and disaster resilient infrastructure, and the implementation of global commitments. 

    As the main multi-stakeholder global forum to assess and discuss progress, share knowledge, and identify gaps in the implementation of the Sendai Framework for DRR 2015-2030 (a global, non-binding agreement, adopted in 2015 at the Third UN World Conference on DRR in Sendai, Japan) the GPDRR provides a platform for reflection, evaluation, and commitment to more ambitious efforts for inclusive disaster risk reduction, based on the experience of practitioners and policymakers, as well as recent reports such as the IPCC Sixth Assessment report.

    Co-chaired by H.E. Prof. Muhadjir Effendy, Coordinating Minister for Human Development and Cultural Affairs of the Republic of Indonesia, and Ms. Mami Mizutori, Special Representative of the United Nations Secretary-General for Disaster Risk Reduction, the forum acknowledged the insufficiency in investment and progress in disaster risk reduction so far. According to the co-chair summary, “the Sustainable Development Goals are not on track” and “disaster-related economic losses continue to rise.” Findings indicate that less than half of the countries reporting against Sendai Framework targets indicate having accessible and actionable disaster risk information, with effective disaster risk management often hindered by siloed approaches. 

    As part of the core agenda of the GPDRR, the plenaries of the midterm review of the implementation of the sendai framework for disaster risk reduction, are an important contribution which concludes at a high-level meeting of the UN General Assembly in May 2023. The plenaries invited participants across different sectors to engage in a moderated discussion to offer their interventions, the results of which would contribute to the adoption of a political declaration at the UN General Assembly in 2023, which will inform further implementation of the Sendai Framework.

    The first mid-term plenary was co-chaired by Lieutenant General Suharyanto, head of the National Disaster Mitigation Agency (BNPB), who pointed out the lack of integration in disaster risk reduction financial planning. 

    Yayasan Peta Bencana was part of this first meeting of government, non-government, and UN agencies, and civil organization representatives to evaluate the application of the Sendai Framework. Director of Yayasan Peta Bencana, Nashin Mahtani, delivered an intervention calling for the support of open source technology and tools for climate emergency within a Planetary Health Framework as the evolution of and complement to the Sendai Framework.

    Drawing attention to vaccine patenting as a failure to respond to the global covid-19 pandemic, Yayasan Peta Bencana’s statement iterated the need for open source tools in addressing the climate emergency. “Sustainable development must recognize the right for all countries to have equal access to the scientific knowledge and tools that are needed to adapt and mitigate risk. Open source tools foster invaluable lateral exchange, and enable us to address global challenges collectively, making far more effective use of investments and resources. Investments for climate adaptation must be, and remain, open source to enable equitable, democratic participation and increased cooperation on technology development, transfer, and maintenance,” said Mahtani.

    Yayasan Peta Bencana’s intervention also called for a more comprehensive repricing of risk, accounting for externalities of commercial activities on biodiversity and wellbeing, calculated for at least the next seven generations. Importantly, the intervention stressed the need to develop the parameters of risk repricing with indigenous and local communities, with risk assessments placing local knowledge at the forefront. 

    Other interventions were delivered by the Vice Minister of Economy, Planning and Development of the Dominican Republic, Executive Director of National Disaster Management Agency of Liberia, Director General for the National Center for Disaster and Environmental Emergency Mangement of Guinea, Swedish ambassador to Indonesia, Director of the Office of Civil Defense from the Philippines, Director General for Risk and Emergency Management from Ecuador, Director Generaal of Emergency Management Policy and Outreach of Canada, Permanent Representative to the United Nations in New York, Deputy Director General of JICA, Deptury Director of Disaster Prevention Division, Ministry of Labor and Social Welfare from Lao People’s Democratic Republic, Head of Strategic Development of the National Commsion for Risk Preventiaon and EMergency Care from Costa Rica, Executive Secretary of National Coordination for Risk REduction of Disasters from GUatemala, Executive Director of the Territorial Planning and Civil Protection Office at the Province of Potenza from Italy, First Assistant Secretary at the Humanitarian and Partnerships Division at teh Department of Foreign Affairs and Trade from Australia, Head of Department of Risk Assesment and Planning of the GOvernment Centre for Secutrity from Poland, Senior Engineer at the National Agneyc for Research and Innovation from Indonesia, Director of the National Risk Management Commission from Ethiopia, among several others. During the interventions that were delivered by a diverse range of stakeholders, there was a resounding call to increase commitment to socially transformative outcomes including strengthening the meaningful participation of at-risk communities, women and girls, and youth, as well as the need to address and acknowledge barriers and biases in order to frame appropriate enabling policies and programmes. 

    During the third mid-term plenary, addressing the theme of timely multi-lateral risk governance built upon diverse knowledge systems, Director of Yayasan Peta Bencana, Nashin Mahtani, delivered an intervention calling for commitment to involve all residents as equal agents in the co-management of risks.

    The intervention emphasized the need to involve local residents as co-designers of risk management systems. “The  scale of challenges we face today demand that we increase the agency of every single resident to participate in their own disaster recovery efforts. We must provide  accessible tools for people on-the-ground to share their local situational knowledge, and harness collective intelligence to support complex crisis management,” Mahtani said.

    The co-chairs summary of the GPDRR 2022 resounded many of the concerns expressed at the midterm plenary, iterating the need for systemic transformation in governance and financing, holistic integration of disaster risk reduction across all sectors, the critical need to break silos and disaggregated data including through greater interoperability across systems, increased commitment to community-led disaster risk reduction including emphasis on communication and education.

    The co-chairs summary stated:

    “Recovery and reconstruction are most successful when they are community-driven, and address inequalities through gender responsive and human-rights based approaches. People are affected differently by disasters. This calls for a participatory and human rights based approach to include all under a principle of “nothing about us without us” in disaster risk reduction planning and implementation. There should be a recommitment to community engagement and to disaster risk reduction that is community-driven and supports existing local structures.”

    Convened at the midpoint between COP 26 and COP 27, the Global Platform acknowledged that current emission levels far exceed their mitigation, resulting in an increase in frequency and intensity of catastrophic events, threatening the achievement of the 2030 Agenda. The Global Platform called upon governments to honor the commitments made in Glasgow to drastically enhance financing for and support to adaptation. “There is an urgent need to scale-up disaster risk reduction as part of the solution to address the climate emergency, while raising and achieving the climate ambition,” said the co-chairs. 

    Yayasan Peta Bencana is committed to enabling democratic forms of participatory climate adaptation and risk reduction, including providing the necessary tools, knowledge exchange, and infrastructure to address the climate emergency collaboratively. We are honored to have been one of two local NGOs invited to exhibit our work at the “Innovation Platform” agenda of the GPDRR. These innovations were selected by the UN to provide input for the implementation of the UN Secretary General’s Vision for “Our Common Agenda”. The Innovation Platform showcased the software underpinning PetaBencana.id, and its design and development as a process emerging from multi-stakeholder partnerships including with USAID Bureau of Humanitarian Assistance, BNPB, Office of Civil Defense, NDRRMC, Pacific Disaster Center, Humanitarian Open Street Map Team, Civic Data Lab, Twitter, Mapbox, PasangMata, and all residents reducing risk together. The exhibit at the “Innovation Platform” also featured other instances supported by our open source software in the region including MapaKalamidad.ph (Philippines), SmartSaigon (Vietnam), and BreadLine by HongKong FoodWorks.

    During a session titled “No Districts Left Behind: Meeting At-Risk Residents Halfway for Next Generation DRR in Southeast Asia”, Alvin Gus, Communications and Public Relations Coordinator at Yayasan Peta Bencana, and Angelika Fortuna, Project Research Coordinator at Yayasan Peta Bencana, drew from our experience in increasing public participation in disaster risk reduction to share the core principles of digital gotong royong as a trajectory to address core themes presented at the GPDRR. 

    Yayasan Peta Bencana also had a chance to meet with visiting delegates from our partners at the USAID Bureau of Humanitarian Assistance (BHA), including Ms. Sarah Charles, Assistant to the Administrator of USAID’s BHA; Mr.Jeffrey Cohen, USAID Mission Director Indonesia; Mr. Harlan Hale, Regional Advisor USAID BHA; Jessica Doxtater, Program Officer USAID BHA.

    As Indonesia hosts two major global forums this year, including the GPDRR and the G20 Summit in November, Yayasan Peta Bencana harnessed this convening to kick start a “disaster-prepared hospitality” program. As an amplification to the official GPDRR events, we partnered with official hotels including Nusa Dua Beach Hotel & Spa, Ibis Styles Benoa Bali, Amaris Hotel, and Novotel. Employees of partner hotels were trained in disaster risk reduction including on how to view and share real-time disaster information on PetaBencana.id. Hotel partners installed PetaBencana’s 3d disaster-themed murals in their lobbies, joining in the #SelfiesSaveLives campaign to inform visiting delegates on how PetaBencana.id is used during disasters, and as an example of community-led disaster risk reduction. Hotel partners also displayed the film, “The Same River Twice”, produced by Yayasan Peta Bencana to narrate the story of how open source tools are revolutionizing inclusive forms of disaster risk reduction in the region. 

    Photo with Nusa Dua Bali Hotel staff

    Yayasan Peta Bencana was honored to also be joined by Bali-based Disaster Risk Reduction Youth Ambassador, Lestari Wulandari, and her students from SMAN 1 Abang, and to have been able to exchange stories with our top trainers, Topandra and Muhammad Arinda, who traveled from Bangka Belitung to participate in the week’s activities. 

    We thank all our partners for their support in this shared journey to #ReduceRiskTogether, and remain ready to partner and support efforts for inclusive forms of disaster risk reduction. 

  • 2022 Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana 2022: Yayasan Peta Bencana berpartisipasi pada pertemuan pertama pemerintah, non-pemerintah, dan badan-badan PBB, untuk mengevaluasi penerapan Kerangka Sendai yang akan menginformasikan adopsi deklarasi politik di Majelis Umum PBB di 2023

    Sidang ke-7 Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo bersama Wakil Sekjen PBB Amina Mohammed, Presiden Sidang ke-76 Majelis Umum PBB Abdulla Shahid, Resident Coordinator PBB untuk Indonesia Valerie Julliand, dan perwakilan khusus PBB untuk pengurangan risiko bencana, serta beberapa pejabat Indonesia pada 25 Mei 2022. Diselenggarakan dalam format hybrid, Platform Global memiliki lebih dari 6.300 peserta dari total 185 negara.

    Dalam sambutan pembukaannya, Presiden Joko Widodo mendorong masyarakat internasional untuk meningkatkan kerja sama kolaboratif dalam manajemen risiko bencana, menekankan perlunya penguatan budaya dan pendidikan pengurangan risiko, investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, infrastruktur tahan iklim dan bencana, serta implementasi komitmen global. .

    Sebagai forum global multi-stakeholder utama untuk menilai dan mendiskusikan kemajuan, berbagi pengetahuan, dan mengidentifikasi kesenjangan dalam implementasi Kerangka Sendai untuk PRB 2015-2030 (perjanjian global yang tidak mengikat, diadopsi pada 2015 pada Konferensi Dunia PBB Ketiga tentang PRB di Sendai, Jepang) GPDRR menyediakan platform untuk refleksi, evaluasi, dan komitmen terhadap upaya yang lebih ambisius untuk pengurangan risiko bencana yang inklusif, berdasarkan pengalaman praktisi dan pembuat kebijakan, serta laporan terbaru seperti laporan Penilaian Keenam IPCC .

    Diketuai oleh H.E. Prof. Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, dan Ibu Mami Mizutori, Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, forum mengakui kurangnya investasi dan kemajuan dalam kebencanaan. pengurangan risiko sejauh ini. Menurut ringkasan ketua bersama, “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tidak pada jalurnya” dan “kerugian ekonomi terkait bencana terus meningkat.” Temuan menunjukkan bahwa kurang dari setengah negara yang melaporkan target Kerangka Kerja Sendai memiliki informasi risiko bencana yang dapat diakses dan ditindaklanjuti, dengan manajemen risiko bencana yang efektif sering kali terhalang oleh pendekatan yang tidak transparan.

    Sebagai bagian dari agenda inti GPDRR, pleno tinjauan tengah semester implementasi kerangka sendai pengurangan risiko bencana, merupakan kontribusi penting yang diakhiri pada pertemuan tingkat tinggi Majelis Umum PBB pada Mei 2023. pleno mengundang peserta dari berbagai sektor untuk terlibat dalam diskusi yang dimoderasi untuk menawarkan intervensi mereka, yang hasilnya akan berkontribusi pada adopsi deklarasi politik di Majelis Umum PBB pada tahun 2023, yang akan menginformasikan implementasi Kerangka Sendai lebih lanjut.

    Paripurna jangka menengah pertama dipimpin bersama oleh Letnan Jenderal Suharyanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang menunjukkan kurangnya integrasi dalam perencanaan keuangan pengurangan risiko bencana.

    Yayasan Peta Bencana adalah bagian dari pertemuan pertama pemerintah, non-pemerintah, dan badan-badan PBB, dan perwakilan organisasi sipil untuk mengevaluasi penerapan Kerangka Sendai. Direktur Yayasan Peta Bencana, Nashin Mahtani, menyampaikan intervensi yang menyerukan dukungan teknologi dan perangkat open source untuk darurat iklim dalam Kerangka Kesehatan Planet sebagai evolusi dan pelengkap Kerangka Sendai.

    Mengacu pada paten vaksin sebagai kegagalan untuk merespons pandemi global covid-19, pernyataan Yayasan Peta Bencana menegaskan perlunya perangkat open source dalam menangani darurat iklim.

    “Pembangunan berkelanjutan harus mengakui hak semua negara untuk memiliki akses yang sama terhadap pengetahuan ilmiah dan alat yang diperlukan untuk beradaptasi dan mengurangi risiko. Alat open source mendorong pertukaran lateral yang tak ternilai, dan memungkinkan kita untuk mengatasi tantangan global secara kolektif, membuat penggunaan investasi dan sumber daya jauh lebih efektif. Investasi untuk adaptasi iklim harus, dan tetap, open source untuk memungkinkan partisipasi demokratis yang adil dan peningkatan kerjasama dalam pengembangan, transfer, dan pemeliharaan teknologi,” kata Mahtani.

    Intervensi Yayasan Peta Bencana juga menyerukan penilaian risiko yang lebih komprehensif, memperhitungkan eksternalitas kegiatan komersial pada keanekaragaman hayati dan kesejahteraan, yang diperhitungkan setidaknya untuk tujuh generasi berikutnya. Yang penting, intervensi tersebut menekankan perlunya mengembangkan parameter penentuan harga kembali risiko dengan masyarakat adat dan lokal, dengan penilaian risiko menempatkan pengetahuan lokal di garis depan.

    Intervensi lainnya disampaikan oleh Wakil Menteri Ekonomi, Perencanaan dan Pembangunan Republik Dominika, Direktur Eksekutif Badan Nasional Penanggulangan Bencana Liberia, Direktur Jenderal Pusat Nasional Penanggulangan Bencana dan Darurat Lingkungan Guinea, Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Direktur Kantor Pertahanan Sipil dari Filipina, Direktur Jenderal Manajemen Risiko dan Darurat dari Ekuador, Direktur Jenderal Kebijakan Manajemen Darurat dan Penjangkauan Kanada, Perwakilan Tetap untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Wakil Direktur Jenderal JICA, Wakil Direktur Divisi Pencegahan Bencana, Kementerian Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial dari Republik Demokratik Rakyat Laos, Kepala Pengembangan Strategis Komisi Nasional untuk Pencegahan Risiko dan Perawatan Darurat dari Kosta Rika, Sekretaris Eksekutif Koordinasi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana dari GUatemala, Direktur Eksekutif Perencanaan Wilayah dan Kantor Perlindungan Sipil di Provinsi Potenza dari Italia, Asisten Pertama Sekretaris di Divisi Kemanusiaan dan Kemitraan di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan dari Australia, Kepala Departemen Penilaian Risiko dan Perencanaan Pusat Pemerintah untuk Keamanan dari Polandia, Insinyur Senior di National Agneyc for Research and Innovation dari Indonesia, Direktur National Risk Management Commission dari Ethiopia, antara lain. Selama intervensi yang disampaikan oleh beragam pemangku kepentingan, ada seruan yang kuat untuk meningkatkan komitmen terhadap hasil transformatif sosial termasuk memperkuat partisipasi yang berarti dari komunitas berisiko, perempuan dan anak perempuan, dan pemuda, serta kebutuhan untuk mengatasi dan mengakui hambatan dan bias untuk membingkai kebijakan dan program yang memungkinkan.

    Dalam pleno jangka menengah ketiga, mengangkat tema tata kelola risiko multilateral tepat waktu yang dibangun di atas sistem pengetahuan yang beragam, Direktur Yayasan Peta Bencana, Nashin Mahtani, menyampaikan intervensi yang menyerukan komitmen untuk melibatkan semua warga sebagai agen yang setara dalam co- manajemen risiko.

    Intervensi tersebut menekankan perlunya melibatkan penduduk lokal sebagai co-desainer sistem manajemen risiko. “Skala tantangan yang kita hadapi saat ini menuntut agar kita meningkatkan keagenan setiap penduduk untuk berpartisipasi dalam upaya pemulihan bencana mereka sendiri. Kami harus menyediakan alat yang dapat diakses oleh orang-orang di lapangan untuk berbagi pengetahuan situasional lokal mereka, dan memanfaatkan kecerdasan kolektif untuk mendukung manajemen krisis yang kompleks,” kata Mahtani.

    Ringkasan ketua umum GPDRR 2022 menyuarakan banyak kekhawatiran yang diungkapkan pada pleno paruh waktu, mengulangi perlunya transformasi sistemik dalam tata kelola dan pembiayaan, integrasi holistik pengurangan risiko bencana di semua sektor, kebutuhan kritis untuk memecahkan silo dan data terpilah termasuk melalui interoperabilitas yang lebih besar di seluruh sistem, peningkatan komitmen terhadap pengurangan risiko bencana yang dipimpin masyarakat termasuk penekanan pada komunikasi dan pendidikan.

    Diselenggarakan pada titik tengah antara COP 26 dan COP 27, Platform Global mengakui bahwa tingkat emisi saat ini jauh melebihi mitigasinya, yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas peristiwa bencana, yang mengancam pencapaian Agenda 2030. Platform Global meminta pemerintah untuk menghormati komitmen yang dibuat di Glasgow untuk secara drastis meningkatkan pembiayaan dan dukungan untuk adaptasi. “Ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi darurat iklim, sambil meningkatkan dan mencapai ambisi iklim,” kata ketua bersama.

    Yayasan Peta Bencana berkomitmen untuk memungkinkan bentuk-bentuk demokratis dari adaptasi iklim partisipatif dan pengurangan risiko, termasuk menyediakan alat yang diperlukan, pertukaran pengetahuan, dan infrastruktur untuk mengatasi darurat iklim secara kolaboratif. Kami merasa terhormat telah menjadi salah satu dari dua LSM lokal yang diundang untuk memamerkan karya kami di agenda “Platform Inovasi” GPDRR. Inovasi-inovasi tersebut dipilih oleh PBB untuk memberikan masukan bagi implementasi Visi Sekjen PBB untuk “Agenda Kita Bersama”. Platform Inovasi memamerkan perangkat lunak yang mendukung PetaBencana.id serta desain dan pengembangannya sebagai proses yang muncul dari kemitraan multi-stakeholder termasuk dengan Biro Bantuan Kemanusiaan USAID, BNPB, Kantor Pertahanan Sipil, NDRRMC, Pacific Disaster Center, Tim Humanitarian Open Street Map, Civic Data Lab, Twitter, Mapbox, PasangMata, dan seluruh warga bersama-sama mengurangi risiko. Pameran di “Platform Inovasi” juga menampilkan contoh lain yang didukung oleh software terbuka kami di wilayah tersebut termasuk MapaKalamidad.ph (Filipina), SmartSaigon (Vietnam), dan BreadLine oleh HongKong FoodWorks.

    Dalam sesi bertajuk “No Districts Left Behind: Meeting At-Risk Scientists Halfway for Next Generation DRR in Southeast Asia”, Alvin Gus, Communications and Public Relations Coordinator di Yayasan Peta Bencana, dan Angelika Fortuna, Project Research Coordinator di Yayasan Peta Bencana, mengambil dari pengalaman kami dalam meningkatkan partisipasi publik dalam pengurangan risiko bencana untuk berbagi prinsip-prinsip inti gotong royong digital sebagai lintasan untuk mengatasi tema-tema inti yang disajikan di GPDRR.

    Sesi “No Districts Left Behind: Meeting At-Risk Scientists Halfway for Next Generation DRR in Southeast Asia”

    Yayasan Peta Bencana juga berkesempatan untuk bertemu dengan delegasi tamu dari mitra kami di Biro Bantuan Kemanusiaan (BHA) USAID, termasuk Ibu Sarah Charles, Asisten Administrator BHA USAID; Mr.Jeffrey Cohen, Direktur Misi USAID Indonesia; Bapak Harlan Hale, Penasihat Regional USAID BHA; Jessica Doxtater, Program Officer USAID BHA.

    Karena Indonesia menjadi tuan rumah dua forum global besar tahun ini, termasuk GPDRR dan KTT G20 pada bulan November, Yayasan Peta Bencana memanfaatkan pertemuan ini untuk memulai program “keramahan siap bencana”. Untuk memperkuat acara resmi GPDRR, kami bermitra dengan hotel resmi termasuk Nusa Dua Beach Hotel & Spa, Ibis Styles Benoa Bali, Amaris Hotel, dan Novotel. Karyawan hotel mitra dilatih pengurangan risiko bencana termasuk cara melihat dan berbagi informasi bencana secara real-time di PetaBencana.id. Mitra hotel memasang mural 3d bertema bencana PetaBencana di lobi mereka, bergabung dalam kampanye #SelfiesSaveLives untuk menginformasikan delegasi yang berkunjung tentang bagaimana PetaBencana.id digunakan selama bencana, dan sebagai contoh pengurangan risiko bencana yang dipimpin masyarakat. Mitra hotel juga menayangkan film, “The Same River Twice”, yang diproduksi oleh Yayasan Peta Bencana untuk menceritakan kisah tentang bagaimana perangkat open source merevolusi bentuk inklusif pengurangan risiko bencana di wilayah tersebut.

    Photo bersama dengan Nusa Dua Beach Hotel staff

    Yayasan Peta Bencana merasa terhormat juga dapat bergabung dengan Duta Kurangi Risiko Bencana yang berbasis di Bali, Lestari Wulandari, dan murid-muridnya dari SMAN 1 Abang, dan dapat bertukar cerita dengan pelatih top kami, Topandra dan Muhammad Arinda, yang melakukan perjalanan dari Bangka Belitung untuk berpartisipasi dalam kegiatan minggu ini.

    Kami berterima kasih kepada semua mitra kami atas dukungan mereka dalam perjalanan bersama ke #ReduceRiskTogether ini, dan tetap siap untuk bermitra dan mendukung upaya untuk bentuk pengurangan risiko bencana yang inklusif.

  • 2022 Respons bencana saat banjir meluas di Medan dibentuk oleh informasi yang dibagikan secara komunitas

    Berbagi informasi berbasis komunitas melalui PetaBencana.id mendukung upaya respons dan bantuan saat banjir parah melanda Medan.

    Hujan deras dari tanggal 27 hingga 28 Februari merendam hampir seluruh Kota Medan, dengan beberapa area mengalami genangan air hingga 2 meter tingginya.

    Menurut laporan langsung yang dikirimkan ke PetaBencana.id, cuaca ekstrem telah memblokir jalan-jalan utama karena tanggul jebol di bawah intensitas curah hujan yang terus meningkat. Warga telah membagikan pembaruan real-time melalui platform PetaBencana.id untuk saling membantu agar tetap terinformasi, dan mendukung upaya respons.

    Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, hujan ekstrem diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa minggu mendatang di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Sumatra dan Jawa.

    Kami mengingatkan warga untuk memeriksa https://petabencana.id untuk informasi terkini. Warga juga dapat mengirimkan laporan banjir real-time dengan me-tweet #banjir @petabencana, mengirim pesan Facebook ke @petabencana.id, atau mengirim pesan Telegram ke @bencanabot. Saat kita berbagi apa yang kita lihat, semua orang dapat tetap terinformasi, menghindari bahaya, dan mengurangi risiko bersama!

    Foto yang dikirimkan ke PetaBencana – dapur umum yang diorganisir komunitas menawarkan ruang aman bagi warga yang terdampak banjir.

  • 2022 Community-led information sharing shapes disaster response during city-wide flooding in Medan

    Community-led information sharing through PetaBencana.id supports response and relief efforts as severe flooding strikes Medan.

    Heavy rainfall from February 27 to February 28th inundated almost the entire city of Medan, with some areas experiencing flood waters up to 2 meters high.

    According to first-hand reports submitted to PetaBencana.id, the extreme weather has blocked major thoroughfares as embankments burst under the increasing intensity of rainfall. Residents have been sharing real-time updates through the PetaBencana.id platform to help keep each other informed, and support response efforts.

    According to the Indonesian Meteorological, Climatological, and Geophysical Agency (BMKG) extreme rainfall is expected to continue in the coming weeks across several areas in Indonesia, including Sumatra and Java.

    We remind residents to check https://petabencana.id for up-to-date information. Residents can also submit real-time flood reports by tweeting #banjir @petabencana, sending a Facebook message to @petabencana.id, or sending a Telegram message to @bencanabot. When we share what we see, everyone can stay informed, avoid danger, and reduce risk together!

    Photo submitted to PetaBencana – community organized open kitchens offer safe spaces for flood affected residents. 

  • 2022 Lebih dari 1.600 pemimpin komunitas bergabung dengan MapaKalamidad.ph dalam acara pelatihan kesiapsiagaan bencana nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya!

    Yayasan Peta Bencana, yang didukung oleh USAID BHA dan disahkan oleh Office of Civil Defense (OCD), menyelenggarakan acara kesiapsiagaan bencana berskala nasional dengan para pemimpin komunitas barangay dari seluruh Filipina!

    Dihadiri oleh lebih dari seribu pemimpin komunitas barangay, para peserta menyimulasikan berbagi informasi bencana real-time melalui platform MapaKalamidad.ph. MapaKalamidad.ph adalah platform gratis dan sumber terbuka (open-source) yang menyediakan informasi bencana real-time serta komunikasi transparan antara penduduk dan lembaga pemerintah, untuk mengurangi risiko dan meningkatkan waktu respons darurat saat bencana terjadi tiba-tiba. Platform online ini memanfaatkan penggunaan media sosial untuk mengumpulkan informasi bencana dari warga di lapangan, yang seringkali memiliki informasi paling mutakhir, dan menampilkan informasi ini pada peta berbasis web yang live.

    Rata-rata 20 topan per tahun memasuki wilayah tanggung jawab Filipina. Pada tahun 2021, negara ini dilanda total 22 badai, 9 topan, dan 5 topan super. Yang terbaru, Topan Odette, menguat dari kategori 1 menjadi 5 hanya dalam satu hari, sehingga menyulitkan, bahkan mustahil, bagi masyarakat untuk bersiap. Seiring dengan semakin umumnya intensifikasi badai yang cepat akibat perubahan iklim, informasi real-time menjadi sumber daya paling penting untuk memahami dan menanggapi situasi yang berubah dengan cepat.

    Di Filipina, jutaan warga sudah secara aktif berbagi pembaruan real-time melalui jaringan media sosial mereka. Namun, saat ini tidak ada platform terpusat di mana postingan atau laporan real-time ini dikumpulkan, diurutkan, dan dihubungkan secara geospasial, untuk akses mudah dan tampilan publik. Inilah celah yang diisi oleh MapaKalamidad.ph—platform ini mengerahkan “chatbot kemanusiaan” berbantuan AI untuk secara otomatis menanggapi postingan media sosial terkait bencana, dan meminta pengguna mengonfirmasi situasi mereka dengan mengirimkan laporan bencana. Laporan yang terverifikasi ditampilkan pada peta berbasis web yang hemat data, berpusat pada seluler, dan tersedia untuk semua warga, manajer bencana, dan responden darurat, untuk memungkinkan mereka melihat dan berbagi informasi banjir real-time serta membuat keputusan tepat waktu untuk mengurangi risiko.

    Sebagai platform berbagi informasi bencana yang dipimpin oleh komunitas, MapaKalamidad.ph dikembangkan melalui kolaborasi dan keterlibatan berkelanjutan dengan beragam pemangku kepentingan. Pada hari Kamis, 24 Februari, acara kesiapsiagaan bencana MapaKalamidad.ph mengundang para pemimpin barangay untuk berpartisipasi dalam demonstrasi langsung yang menunjukkan bagaimana informasi crowdsourced yang dikumpulkan melalui MapaKalamidad.ph dapat dimanfaatkan untuk mendukung respons di area tanggung jawab mereka. Para pemimpin barangay berpartisipasi dalam kegiatan “melatih pelatih”, yang bertujuan untuk membekali peserta agar dapat secara mandiri melatih organisasi, kelompok komunitas, atau lingkungan mereka sendiri secara efektif dan berulang sebagai tindakan kesiapsiagaan dari waktu ke waktu.

    Laporan bencana yang dikirimkan ke MapaKalamidad.ph juga sangat penting untuk membantu manajer darurat memahami dan merespons situasi di lapangan dengan lebih baik. Data yang dikumpulkan oleh MapaKalamidad.ph secara otomatis diintegrasikan ke dalam platform Pemantauan Bencana PhilAWARE milik OCD. Menurut Joseph Curry, dari USAID BHA, “Dalam semangat bayanihan sejati, MapaKalamidad.ph memberi kita alat yang dapat digunakan bersama oleh semua orang dalam tanggap bencana, berpotensi menghubungkan setiap barangay hingga ke tingkat teratas.”

  • 2022 Over 1600 community leaders join MapaKalamidad.ph in an unprecedented nation-wide disaster preparedness training event!

    Yayasan Peta Bencana, supported by USAID BHA and endorsed by the Office of Civil Defense (OCD), conducted a nationwide disaster preparedness event with barangay community leaders from all over the Philippines!

    Attended by more than a thousand barangay community leaders, participants simulated real-time disaster information sharing via the MapaKalamidad.ph platform. MapaKalamidad.ph is a free and open-source platform that provides real-time disaster information and transparent communication between residents and government agencies, to reduce risk and increase emergency response times during the sudden onset of disasters. The online platform harnesses the use of social media to crowdsource disaster information from residents on the ground, who often have the most up-to-date information, and displays this information on a live web-based map.

    An average of 20 typhoons per year enter the Philippine area of responsibility. In 2021, the country was struck by a total of 22 storms, 9 typhoons, and 5 super typhoons. The most recent one, Typhoon Odette, strengthened from category 1 to 5 in just one day making it difficult, if not impossible, for people to prepare. As the rapid intensification of storms becomes more common due to climate change, real-time information is increasingly becoming the most important resource to understand and respond to rapidly changing situations. 

    In the Philippines, millions of residents already actively share real-time updates through their social media networks. However, there is currently no central platform wherein these real-time posts or reports are being gathered, sorted, and geospatially related, for easy access and public viewing. This is the gap that MapaKalamidad.ph fills–the platform deploys AI-assisted “humanitarian chatbots” to automatically respond to disaster-related social media posts, and asks users to confirm their situation by submitting a disaster report. Verified reports are displayed on a data light, mobile-centric, web-based map that is available to all residents, disaster managers, and emergency responders to allow them to view and share real-time flood information and make timely decisions to reduce risk. 

    As a community-led disaster information sharing platform, MapaKalamidad.ph is developed through collaboration and sustained engagement with the widest variety of stakeholders. On Thursday, February 24th, MapaKalamidad.ph’s disaster preparedness event invited barangay leaders to participate in a live demonstration that exemplified how crowdsourced information collected via MapaKalamidad.ph could be leveraged to support response in their areas of responsibility. Barangay leaders participated in a “train the trainer” activity, aimed to equip participants to autonomously train their own organizations, community groups, or neighborhoods effectively and repeatedly as preparedness actions over time.

    Disaster reports submitted to MapaKalamidad.ph are also pivotal to help emergency managers better understand and respond to on-the-ground situations. Data collected by MapaKalamidad.ph is automatically integrated into OCD’s PhilAWARE Disaster Monitoring platform. According to Joseph Curry, from USAID BHA, “In the true spirit of bayanihan, MapaKalamidad.ph gives us a tool that everyone can use together in disaster response, potentially connecting every barangay right to the top.”

  • 2022 MapaKalamidad.ph membawa Bayanihan generasi berikutnya ke tingkat nasional!

    Pesan Wakil Presiden Leni Robredo pada peluncuran nasional MapaKalamidad.ph

    ayasan Peta Bencana, yang didukung oleh USAID BHA dan disahkan oleh Office of Civil Defense (OCD), secara resmi meluncurkan MapaKalamidad.ph, sebuah platform pemetaan banjir real-time yang gratis dan open-source untuk Filipina.

    Pada tahun 2021, Filipina dilanda total 22 badai, sembilan topan, dan lima topan super. Yang terbaru, Topan Odette, menguat dari topan Kategori 1 menjadi 5 hanya dalam satu hari, sehingga menyulitkan masyarakat untuk mempersiapkan kedatangan badai atau untuk mengungsi. Seiring dengan semakin umumnya intensifikasi badai yang cepat akibat perubahan iklim, informasi real-time menjadi sumber daya paling penting untuk memahami dan menanggapi situasi yang berubah dengan cepat.

    MapaKalamidad.ph adalah platform gratis dan open-source yang menyediakan informasi bencana real-time serta komunikasi transparan antara penduduk dan lembaga pemerintah, untuk mengurangi risiko dan meningkatkan waktu respons darurat saat bencana terjadi tiba-tiba. Platform online ini memanfaatkan penggunaan media sosial untuk mengumpulkan informasi bencana dari warga di lapangan, yang seringkali memiliki informasi paling mutakhir, dan menampilkan informasi ini pada peta berbasis web secara live.

    MapaKalamidad.ph memperoleh data banjir dari laporan warga langsung di lapangan, yang biasanya memiliki informasi paling update.

    Filipina memiliki salah satu tingkat penggunaan media sosial tertinggi di dunia, dan selama bencana, lini masa media sosial dibanjiri dengan pembaruan real-time dari warga yang menyerukan bantuan dan memposting informasi. Namun, saat ini tidak ada platform terpusat di mana postingan atau laporan ini dapat dilihat dan diakses secara kolektif atau spasial. Inilah celah yang diisi oleh MapaKalamidad.ph—dengan menyaring postingan media sosial terkait bencana secara real-time, platform ini mengerahkan “chatbot kemanusiaan” berbantuan AI untuk meminta pengguna media sosial mengonfirmasi situasi mereka. Laporan yang terverifikasi ditampilkan pada peta berbasis web yang hemat data dan berpusat pada seluler, yang tersedia untuk semua warga, pengelola bencana, dan responden darurat untuk memungkinkan mereka melihat dan berbagi informasi banjir real-time serta membuat keputusan tepat waktu untuk mengurangi risiko.

    Peluncuran resmi dibuka oleh Ibu Wakil Presiden Leni Robredo. Dalam sambutannya, beliau menyatakan:

    “Dalam membayangkan bayanihan generasi berikutnya, MapaKalamidad.ph tidak hanya memanfaatkan kekuatan perangkat dan teknologi baru, tetapi juga dibangun di atas apa yang terbaik dari orang Filipina. Saya mendesak semua orang, terutama kaum muda, tidak hanya untuk membagikan dan menggunakan [MapaKalamidad.ph] tetapi juga untuk membantu memimpin komunitas Anda dalam mengurangi risiko, membangun ketahanan, dan membina solidaritas untuk menghadapi tantangan yang terus meningkat dari perubahan iklim kita.”

    Ibu Wakil Presiden Leni Robredo terus menyoroti kebutuhan mendesak untuk berinvestasi secara proaktif dalam kesiapsiagaan bencana, menyatakan:

    “Kami telah lama mengadvokasi kesiapsiagaan bencana yang lebih kuat, dengan rencana manajemen risiko yang berlabuh pada realitas perubahan iklim kita, penganggaran yang memprioritaskan program adaptasi yang tangguh terhadap iklim, dan sistem pemberdayaan yang berkonsultasi dan melibatkan komunitas yang terdampak di setiap langkah proses. MapaKalamidad adalah kontribusi signifikan dalam upaya ini.”

    Laporan perdana Ibu Wakil Presiden Leni Robredo tentang MapaKalamidad.ph, menandai peluncuran resmi platform pemetaan banjir versi nasional untuk Filipina!

    Versi pilot MapaKalamidad.ph diluncurkan pada tahun 2020 untuk Kota Quezon dan Pampanga, bekerja sama dengan Pacific Disaster Center (PDC) sebagai bagian dari proyek PhilAWARE. Platform ini menyediakan perangkat tercepat untuk mengumpulkan, mengurutkan, dan memvisualisasikan pembaruan bencana real-time guna mendukung respons. Selama Topan Ulysses pada November 2020, platform ini mengalami peningkatan aktivitas yang signifikan karena penduduk di area percontohan secara aktif berbagi pembaruan situasi real-time tentang banjir. MapaKalamidad.ph digunakan untuk mendukung penduduk dan unit manajemen bencana dalam mengidentifikasi area yang membutuhkan respons dan upaya penyelamatan segera. Menyusul penerimaan positif platform di area percontohan, Yayasan Peta Bencana, bersama dengan USAID BHA dan OCD, secara resmi meluncurkan versi nasional platform ini pada 14 Januari 2022.

    Nashin Mahtani, Direktur Yayasan Peta Bencana, mengatakan:

    “Dalam membangun bayanihan generasi berikutnya, sangat penting untuk memberdayakan semua warga dengan perangkat, wewenang, dan dukungan yang akan memungkinkan komunitas untuk mengorganisir diri, berpartisipasi lebih setara dalam pengambilan keputusan selama keadaan darurat, dan beradaptasi dengan peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi. Dengan berbagi laporan real-time tentang bencana melalui MapaKalamidad.ph, kita dapat saling membantu, tetangga, lembaga darurat, dan responden pertama untuk merespons situasi darurat dengan lebih baik.”

    Menurut Joseph Curry, dari USAID BHA, “Meskipun kami bergantung pada pemerintah sebagai sumber resmi data kerusakan dan kebutuhan, kami juga menyadari bahwa mereka yang terkena dampak memiliki informasi paling mutakhir dan memiliki peran penting untuk dimainkan. MapaKalamidad.ph menambahkan dimensi baru pada pengumpulan data dan informasi dengan memberdayakan warga untuk langsung melaporkan bahaya, jalur kehidupan kritis, dan kerusakan di lingkungan mereka melalui media sosial. Dalam semangat bayanihan sejati, MapaKalamidad.ph memberi kita alat yang dapat digunakan bersama oleh semua orang dalam tanggap bencana, berpotensi menghubungkan setiap barangay langsung ke tingkat tertinggi.”

    Setiap warga di Filipina dapat mengirimkan laporan banjir secara anonim dengan me-tweet #flood atau #baha @mapakalamidad, mengirim pesan Facebook ke @mapakalamidad, atau mengirim pesan Telegram ke @kalamidadbot, dan memeriksa https://mapakalamidad.ph untuk pembaruan banjir real-time agar dapat bernavigasi dengan aman.